Rabu, 18 Maret 2015

Ikhlas

بسم الله الرحمن الرحيم
Rasulullah Muhammad SAW diutus Allah utk memperbaiki akhlak manusia. Tentu mayoritas muslim mengetahui ini dgn baik. Dan yg dipahami kbanyakan orang, akhlak yg dimaksud adalah akhlak bermuamalah dgn sesama manusia, semisal tersenyum, brbakti kpd ortu, santun kpd tetangga, menahan amarah, dll.

Namun ada yg mnjadi prioritas utama Rasulullah, yaitu akhlak manusia kepada Allah Sang Khalik yg MahaBaik. Ini soal kemurnian akidah. Jargon2 seperti: Allah-lah Tujuan,,, Ridha Allah yg jadi target,,, ibadah dan hidup kita hanya utk Allah,,, benarkah?

Jika iya, pantaskah kita berdiri di hadapan Allah namun hati selingkuh dgn riang diri saat hadir pujian dari para makmum? Bersedekah dgn harta yg Allah Karuniakan namun terbersit setitik bangga saat pujian datang dari tetangga? Tutur kata kebaikan yg kita dakwahkan sebenarnya demi titel sholeh dari teman dan keluarga? Anak2 yg kita besarkan yg lantas membuat dada kita mengembang saat mreka sukses dan tumbuh jd anak sholeh? Inikah akhlak kita di hadapan Allah Sang MahaRahman MahaRahim?
Ikhlas. Ini adalah sebuah ibadah yg sungguh teramat berat ternyata. Bahkan mnjaga kemurnian ikhlas ibadah demi Allah semata jauh lebih sulit dibandingkan ibadah itu sndiri. Jauh lebih sulit dibandingkan melawan rasa kantuk demi tahajud. Jauh lebih sulit dibandingkan mlawan cinta harta demi mengeluarkan harta di jalan Allah. Jauh lebih sulit dibandingkan merangkai tulisan demi trcipta bacaan yg disukai banyak orang. Jauh lebih sulit dibandingkan melawan gugup saat menyampaikan ayat2 Quran dihadapan audiens. Jauh lebih sulit dibandingkan mnjalani sluruh rangkaian ibadah haji/umrah. Jauh lebih sulit!!
Dlm sebuah hadits, yg paling Rasulullah khawatirkan dari diri para sahabatnya--manusia2 terbaik sepanjang masa yg tak mungkin tergantikan--adalah syirik kecil, yg tdk lain adalah riya. Hilangnya ikhlas, akibat brharap penilaian dan pujian makhluk, dlm diri para sahabat generasi terbaik Islam inilah yg Rasul paling cemaskan. Sebab riya itu sangat halus di dalam hati dan sangat sulit dideteksi. Lalu bagaimana dgn kita yg ibadahnya jika dibandingkan dgn mreka bagaikan bumi dan langit? :'(
Ibnu Abi Mulaika, seorang tabi'in terkenal di zamannya, bersaksi bahwa ia pernah menemui 30 sahabat Rasul dgn tidak ada satupun diantara mreka yg berani mengklaim dirinya ikhlas. Dan mreka bukan sahabat sembarangan. Namun sahabat2 sekaliber ibnu Umar, anak dari 2nd khalifah Umar bin Khattab, yg berada di peringkat kelima diantara perawi hadits trbanyak. Lalu sahabat semisal ibnu Abbas yg lebih banyak lagi merawikan hadits. Dan diantaranya ada pula Aisyah, istri Rasulullah yg hidupnya melayani Rasul. Mreka smua khawatir trjangkit penyakit riya. Lalu apalah kita dibanding mreka?
Sebab terminologi ikhlas, yg berarti kemurnian tanpa pencemar sedikitpun, saat ini begitu dianggap remeh. Padahal ibarat segelas air bening yg siap minum, jika tertetes setitik saja air comberan, apakah kita sudi meminumnya? Maka begitu pulalah selayaknya kemurnian ibadah kita di hadapan Allah Yg MahaSuci, tidak boleh tercoreng oleh seguratpun sosok makhluk Allah didalamnya, atau ia akan tertolak mentah2.
Persis sprti hadits yg bercerita ttg 3 golongan manusia yg akan merasakan azab neraka paling awal sblum manusia2 lainnya. Mereka adalah:
1. Pahlawan jihad yg syahid di medan perang demi agama Allah
2. Pahlawan infak&sedekah di jalan Allah
3. Pahlawan ilmu&al-Quran yg mengajarkan kpd manusia
Mereka brtiga adalah golongan yg paling prtama dihisab kelak di padang Mahsyar. Namun ketiga golongan itu pula yg akan malaikat neraka seret dgn posisi kepala di bawah lalu seketika dijebloskan kedalam neraka yg menyala-nyala. Smua dgn alasan yg sama dari Allah: bahwa ketiganya mengharapkan pujian dari manusia, dan ketiganya sudah memperolehnya semasa di dunia karena saking terkenalnya mereka.
Dan perkara ikhlas ini adalah urusan hati kita dgn Allah semata. Saat terbersit mengharap pujian dan penilaian makhluk, meskipun akhirnya pujian tsb tidak diperoleh, namun niat yg trlanjur melenceng tsb telah Membuat Allah Kecewa bahkan Murka. Pupuslah sudah Ridha Allah yg trsaji di depan mata... :'(
Maka koreksilah terus menerus niat dalam dada kita, arahkan hanya kepada Allah yg nikmatnya takkan pernah sanggup kita hitung. Setiap langkah dan laku kita haruslah demi Dilihat dan Diapresiasi oleh Allah AsySyahid semata. Bukankah Allah memang MahaMelihat dan MahaMengetahui apa yg tertampil pada fisik maupun yg tersembunyi di lubuk hati?

Sabtu, 13 Maret 2015
Resumed from:
Ust.Nuzul Dzikri di www.salingsapa.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar